Selasa, 21 Desember 2010

Strategi Intervensi Keperawatan

Strategi Intervensi Keperawatan
Strategi intervensi yang ditujukan bagi lansia disesuaikan dengan hasil pengkajian dan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada tahap awal. Bagi lansia yang telah didiagnosa secara medis perlu menjalankan program pengobatan (terapi medis) sebagaimana mestinya dengan tetap memperhatikan aspek asuhan keperawatanya, baik bagi lansia yang mengalami perawatan dirumah maupun di institusi.
Strategi intervensi dalam uraian berikut ini terutama difokuskan pada asuhan keperawatan bagi lansia sebagaimana tujuan instruksioanal dalam pokok bahasan. Intervensi yang berbentuk pelatihan keperwatan dasar bagi lansia dapat dilakukan secara bimbingan langsung oleh tenaga perawat pada saat dilakukanya asuhan keperawatan di rumah atau di panti wreda. Pemberian asuhan keperawatan dasar bagi lansia dapat dibedakan atas dua golongan sasaran lansia, yaitu bagi lansia yang masih aktif dan lansia yang pasif. Pembagian ke dalam kelompok aktif atau aktif untuk sebagian besar berpatokan pada kapasitas fungsionalnya. Lansia aktif adalah mereka yang kondisi fisiknya masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sedemikian sehingga taraf aktifitas sehari-seharinya masih tergolong mandiri. Sebaliknya, dengan lansia pasif dimaksudkan golongan lansia yang kondisi fisiknya menyebabkan mereka memerlukan banyak pertolongan orang lain seperti kelumpuhan atau penyakit yang dideritanya. Di mana untuk sebagian besar mereka terpaksa dirawat di tempat tidur. Adapun strategi intervensi bagi kedua golongan itu meliputi hal-hal berikut ini.
1.       Intervensi kepada lansia yang tergolong aktif
Bentuk intervensi di sini meliputi: aspek perawatan diri, aspek kebersihan lingkungan, aspek gizi, pencegahan kecelakaan atau keselamatan, pemenuhan kebutuhan istrahat, serta aspek psikososial lansia. Rincian kegiatan intervensi/asuhan keperawatan masing-masing aspek tersebut adalah seperti yang tercantum dalam tabel (Disarikan dari: Depkes RI, 1999, Pedoman Pembinaa Usia Lanjut.)
2.       Intervensi kepada lansia yang tergolongan pasif
3.       Strategi intrvensi bagi kelompok pasif ini terutama mereka yang dirawat di tempat tidur adalah mencakup aspek perawatan diri, kebersihan lingkungan tempat tidur dan ruangan, aspek pencegahan dekubitus, serta aspek perawatan lansia dan institusi (panti wreda atau ruang keperawatan).
Beberapa isu penting lainnya yang dapat disinggung di sini sehubungan dengan strategi intervensi pada lansia dengan atau tanpa kasus geriatrikadalah berturut-turut: penyalahgunaan obat, farmakologi terkait isu kultur, penelantaran lansia, dan menejemen stress.
Manajemen Stres
Apa itu stres ? Stres tidak lain dari suatu ancaman nyata atau dirasakan yang tertuju pada kondisi fisik, emosi, dan sosial seseorang. Kesemuanya dapat menimbulkan stres. Telah banyak teori yang diajukan tentang stres ini, namun yang mengaitkanya dengan lansia dan penuaan hampir tidak ada (Miller, 1995). Pengertian tentang stres perlu dikaitkan dengan koping. Jadi ringkasnya, bahwa: (1) stres adalah kejadiaan eksternal serta situasi lingkungan yang membebani kemampuan adaptasi individu, terutama berupa beban emosional dan kejiwaan; sedangkan (2) koping, adalah cara berpikir dan bereaksi yang ditujukan untuk mengatasi beban atau transaksi yang menyakitkan itu (stresor). Pembaca dapat merujuk pada teori-teori tentang stres antara lain sindrom adaptasi umum menurut Selye (1956) serta sejumlah pakar terkemuka mengenai stres ini. Berikut ini disajikan faktor-faktor yang mempengaruhi koping pada lansia.
Tabel 1
Faktor-faktor yang mempengaruhi koping lansia
Faktor-faktor yang Mempengaruhi  Pada Koping Lansia

Pengaruh dari berbagai pengalaman hidup beserta koping.
·      Berbagai orang memaknai pengalaman hidupnya secara unik
·      Faktor waktu cukup berpengaruh, khususnya bila bebagai kejadian menimpa dalam selang waktu yaang singkat.
·      Bila suatu kejadian yang menimpa itu tidak diantisipasi sebelumnya.
·      Pengalaman pahit yang dialami sehari-hari memerlukan koping yang lebih besar ketimbang koping untuk suatu tragedi.


Sumber-sumber koping:
·      Bagi dewasa adalah aset/harta milik lansia.
·      Dukungan sosial merupakan penangkal terhadap stres.


Gaya koping:
·      Hal ini lebih dipengaruhi oleh usia/kematangan.
·      Gaya koping yang pasif, yaitu yang lebih berfokus pada emosi dikatakan cukup efektif terhadap kejadian-kejadian yang tak mungkin lagi diubah.
·      Gaya koping yang aktif, yaitu yang lebih befokus pada masalah dikatakan cukup efektif terhadap kejadian-kejadian yang masih dapat diubah.
·      Menurut banyak kalangan bahwa segi keagamaan dan aktifitas tertentu merupakan perilaku koping yang efektif.
·      Aktivitas yang bersifat menarik perhatian sangat membantu.

Dalam penghujung usia, seseorang tentu saja telah mengalami kejadian-kejadian dengan resiko stres yang tinggi, misalnya: penyakit akut atau kronis, pensiun, kematian kerabat, kesulitan keungan atau perpindahan tempat domisili (lansia yang dimasukkan ke panti), serta masih banyak lagi. Walaupun aneka penyebab stres cukup beragam, namun dampak sosiologis pada umumnya serupa, yaitu dalam bentuk rangsangan saraf simpatis yang menyebabkan dikeluarkanya hormon-hormon dengan segenap aakibat yang ditimbulkanya. Untuk bahan acuan yang lebih mendetail di bawah ini disajikan urut-urutan jenis stresor menurut peringatan dan pembobotanya sesuai skala stres dari Stokes dan Gordon (lihat Tabel 2).
Tabel 2.
Skala stres menurut Stokes/Gordon
Ranking

Kejadian/Situasi
Bobot
Ranking

Kejadian/Situasi
Bobot
1.
2.

2.
3.
4.
4.

5.

5.

6.

7.

7.
7.
8.
8.

8.
10.
11.

Kematian anak (yang tak terduga).
Kemunduran penglihatan (katarak/sejenis).
Kematian cucu.
Kematian pasangan (tak terduga).
Tak mampu lagi beranjak.
Kematian anak (telah terduga/antisipasi).
Ketakutan akan rumah/harta diambil alih/dirampok.
Nyeri /ketidaknyamanan yang menetap (berlangsung lama).
Kerabat mengalami trauma/penyakit berat.
Kematian pasangan (telah terduga).
Pindah kerumah anak /famili.
Pindah ke panti.
Mengalami kecelkaan lalu lintas.
Ketergantungan pada kursi roda/tongkat/alat bantu dengar.
Tak mampu merawat diri.
Kesepian/tinggal sendiri.
Tagihan utang tak terduga.
100
99

99
97
96
96

93

93

92

90

90
90
89
89

87
86
86

11.
12.
13.
13.

14.
15.
15.

16.

17.

19.

19.
20.

20.
21.

23.
27.
33.

Opname ke RS (tak terencana).
Menjadi tuli.
Takut ditelantarkan.
Merasa tidak diindahkan/tak punya tujuan hidup.
Kemunduruan mental.
Menyerahkan warisan.
Merasakan sebagian kehidupannya tak sebagaimana diharapkan.
Membelanjakan tabungan untuk kehidupan sehari-hari.
Anggota keluarga berubah perilaku.
Khawatir karena BAB/BAK bermasalah.
Anval penyakit ditempat umum.
Merasa waktunya telah dekat (sekarat).
Perubahan pola tidur.
Sulit menggunakan angkutan umum.
Ketidakpastian masa depan.
Menimbang untuk menulis wasiat.
Pensiun.

85
84
84
84

82
82
82

80
79
77

77

76
76

76
75

73
69
63
Sumber:
Stokes, S.A.& Gordon, S.E. dalam Miller, C.A., 1995
Stres yang berlangsung secara berkepanjangan bisa berakibat serius termasuk kemungkinan munculnya penyakit jantung, hipertensi, stroke, penyakit kanker, penyakit maag, sampai pada kemungkinan penyakit kulit serta berbagai komplikasi lain, termasuk masalah sosial dan emosional. Caranya seorang lansia beradaptasi terhadap stres sangat dipengaruhi oleh tipe kepribadian serta strategi penyesuaian (koping) yang telah digunakan sepanjang hidupnya. Mencari teman serta menjaga persahabatan merupakan bentuk strategi yang penting. Persahabatan dapat memberi dukungan bagi lansia, terutama di saat stres meningkatkan rasa percaya diri untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi. Klien lansia harus diberanikan agar berespons terhadap stres dengan cara yang sehat. Selain itu, perlu menjaga keseimbangan nutrisi, istrahat yang cukup, serta exercise. Juga dapat dipertimbangkan terapi relaksasi, sebagai contoh negara maju tak jarang orang melakukan yoga, meditasi, latihan relaksasi sampai pada melibatkan diri dalam berbagai aktivitas yang terkait dengan upaya mengatasi stres.
Akhirnya, pada tabel 3 adalah strategi koping yang dapat diikhtiarkan terhadap aneka tantangan yang dihadapi lansia.
Tabel 3
Strategi koping yang digunakan lansia
Penyesuaian Psikososial
Strategi Koping
·      Stereotip lansia

·      Pensiun


·      Pengurangan pendapatan

·      Kemunduran kesehatan

·      Keterbatasan fungsional (aktivitas sehari-hari)

·      Kemunduran kognitif


·      Kematian anggota keluarga


·      Berpindah hunian

·      Tantangan kejiwaan lainya
·   Perlu dikembangkan identitas dir yang kuat (percaya diri).
·   Kembangkan keterampilan baru, gunakan waktu luang, berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan yang bermakna.
·    Memanfaatkan fasilitas discount yang tersedia.
·   Gaya hidup sehat (gizi, olahraga, dan istrahat secukupnya).
·   Penyesuaian diri terhadap lingkungan dan jika perlu menggunakan alat bantu.
·   Memanfaatkan peluang pendidikan seperti grup diskusi, perpustakaan, dan hal-hal lain yang kreatif.
·   Boleh larut dalam kesedihan secukupnya, bila perlu memanfaatkan konseling, bina keakraban yang baru.
·   Di negara maju, bagi para lansia tersedia beragam pilihan hunian.
·   Pertahankan selera humor, gunakan teknik penghilang stres, dan berpastisipasi dalam aktivitas kelompok.

Penyalahgunaan Senyawa Obat
Di sini termasuk gangguan yang timbul akibat klien mengonsumsi suatu senyawa obat tertentu dalam jumlah yang membahayakan kesehatanya. Termasuk pula konsumsi alkohol, nikotin, kafein, obat bebas, dan obat-obat paten lainya. Di negara-negara maju problematika alkohol cukup menonjol tidak seperti halnya di negeri kita. Keadaan tersebut berakibat pada tingginya resiko trauma, kecelakaan, juga hal-hal berikut: kemunduran intelektual, gangguan pencernaan, malnutrisi, maag, gangguan jantung juga pada hati, dan peredaran darah otak. Dalam hal penyalahgunaan senyawa obat secaar umum tidak terlepas dari obat resep yang seolah menimbulkan semacam ketagihan. Sering kali resep berasal dokter yang berbeda-beda. Lansia yang hidup di institusi menggunakan 4-7 macam obat (di AS). Seperti kata ‘pameo’ bila dipakai sesuai aturan, obat akan mendatangkan manfaat, bila tidak, malapetaka. Proses penuaan juga mempengaruhi reaksi obat dalam tubuh (absorpsi, peredaran dan metabolismenya). Dengan absorpsi, dimaksudkan waktu yang diperlukan bagi suatu obat (baik yang diminum, disuntik, atau rektal) untuk masuk peredaran darah. Padahal proses menua kecepatan pengosongan lambung, mengubah pH lambung, serta kecepatan distribusi obat.
Juga volume cairan tubuh yang menurun akibat penuaan akan menghambat distribusi obat-obat yang bersifat larut dalam air. Sehingga kadar obat-obatan seperti itu akan meningkat dalam darah. Jaringan lemak yang bertambah juga dapat berakibat meningkatnya penyimpanan (tertahannya) obat-obat yang larut dalam lemak. Metabolisme obat berlangsung di hati yang fungsinya pada lansia sudah jauh menurun, sehingga memperlambat metabolisme obat. Akibatnya, obat akan berada lama dalam tubuh. Sama halnya dengan menurunnya kondisi ginjal akan meningkatkan efek toksik dari obat. Reaksi obat penurun tekanan darah sering merupakan akibat dari meningkatnya kepekaan saraf pusat. Faktor-faktor resiko penyalahgunaan senyawa obat di kalangan lansia, yaitu: motivasi, pemahaman tentang kerja obat, kemampuan mengambil dan menyimpan obat pada tempatny (lemari obat), serta kemampuan menelan terutama untuk bentuk obat tertentu.
Di samping hal-hal tersebut, lansia juga harus memerhatikan hal-hal berikut:
1.    Menggunakan obat-obat dalam jumlah yang benar.
2.    Menyimpan pada tempat obat masing-masing.
3.    Membaca etiket.
4.    Mendengar dan mengingat instruksi lisan yang diberikan.
5.    Memahami waktu yang tepat untuk penggunaannya.
6.       Mengikuti jadwal dosis obat.
Adapun obat-obat yang paling sering diresepkan adalah obat-obat: kardiovaskular, antiinfeksi, antipsikotik, antidepresi, dan diuretik. Sedang obat bebas yang sering adalah: analgetik, pencahar dan antasida, diikuti dengan obat batuk, obat gosok, obat mata serta vitamin. Reaksi obat terjadi akibat digunakanya dua atau lebih macam obat serentak atau berturut-turut dalam jangka singkat. Dalam istilah medis, keadaan ini disebut polifarmasi.
Beberap faktor penyebab timbulnya reaksi obat adalah:
1.       Digunakanya bermacam obat.
2.       Digunakannya obat bebas tanpa pengetahuan dokter.
3.       Saling mendapatkan obat dari tetangga, kerabat, atau teman.
4.       Penyalahgunaan obat, meliputi: memakai obat lebih, kurang, salah, atau memakai obat dalam keadaan kontraindikasi.

Intervensi Keperawatan pada Gangguan Psikososial
1.       Penerapan komunikasi untuk meningkatkan rasa percaya diri (self esteem)
a.       Perawat perlu secara sengaja mengkomunikasikan hal-hal positif tentang apa yang dilakukan lansia, misalnya sengaja menyapa saat waktu berpapasan. Menyapa sebaiknya dengan nama kecil (nama panggilan yang disukai lansia). Selain itu, hati-hati mengomentari sikap/kebiasaan para lansia pada umumnya (yang bersifat negatif) jika berada bersama lansia. Hindari menggunakan sebutan-sebutan yang merendahkan para lansia.
b.       Perawat dalam berbicara menggunakan nada suara yang digunakan pada kolega lain.
c.       Hindari menggunakan istilah perlengkapan bayi bagi lansia, walaupun perlengkapan tersebut untuk mereka (seperti popok, makanan bayi).
d.       Hindari istilah=istilah seperti ‘jompo’.
e.       Kemukakan hal-hal baik dan positif. Jangan mengungkit faktor-faktor kelemahan/kemunduran lansia.
f.        Hargai hubungan kekeluargaan mereka serta hal-hal yang positif, misalnya seperti, potret keluarga dan sejenisnya.
g.       Bila tampak adanya kemunduran fisik yang diderita, tawarkan jika ada jalan keluar untuk mengatasinya jika hal itu bisa dilakukan. Temukan peran-peran baru sertai hargai peran-peran positif yang terjadi pada saat ini.
h.       Bagi lansia cacat fisik, perawat perlu memfokuskan perhatian pada ciri-ciri non fisik (kepribadian serta hubungan interpersonal).
i.         Terapkan teknik komunikasi khusus bagi lansia, agar komunikasinya efektif.
2.       Berikan bantuan kearah mandiri optimal
a.       Perhatikan agar lansia sulit mengakses alat bantu yang digunakan seperti tongkat, alat bantu dengar (ABD), gigi palsu, atau kaca mata
b.       Sediakan cukup waktu bila lansia ingin mengerjakan sesuatu sendiri. Jangan karena ingin buru- buru, perawat serta merta mengambil alih mengerjakan itu.
c.       Sesuaikan kondisi lingkunganya, sehingga dapat memudahkan lansia yang telah mengalami kemunduran fungsional dan sensorik.
3.       Upaya untuk dapat meningkatkan percaya diri
a.       Selaku perawat, tanyakan hal-hal yang disukai dan yang idak agar dapat menawarkan pikiran yang disukai.
b.       Biasakan untuk meminta lansia menentukan pilihan terhadap sesuatu hal lebih dari satu opsi/pilihan. Bila terpaksa, minta lansia untuk memilih di antara dua pilihan walaupun keduanaya hampir sama satu sama lain.
c.       Pastikan sedapat mungkin agar lansia dapat memenuhi dari segi privasi. Misalny mengetuk pintu dahulu dan meminta izin untuk masuk kedalam kamarnya meskipun itu kamar rumah sakt.
d.       Bila lansia tinggal dipanti, upayakan untuk melengkap barang-barang /benda pribadi seperti foto keluarga dan lansia.
e.       Pastikan lansia yang dirawat penuh di tempat tidur memiliki akses seperti bel untuk memenggil.
f.        Libatkan lansia dalam mengmbil keputusan, terutama yang langsung mempengaruhi perawatan dirinya.
g.       Hindari sedapat mungkin memindahkan  lansia ke panti wreeda, kecuali bila merujuk ke rumah sakit, serta libatkan lansia dalam mengambil keputusan bila hal itu terpaksa bertahan.
4.       Dukungan sosial (pengasuh)
a.       Lakukan tindakan untuk mengatasi gangguan pendengaran dan hambatan komunikasi lainny.
b.        Beranikan lansia untuk berpartisipasi dalam kegiatan kelompok.
c.       Bagi yang menggunakan kursi roda dan semacamnya, tempatkan mereka sedemikian sehingga bisa berinteraksi.
d.       Bagi penyelenggara panti agar menyusun tata ruang sedemikian rupa, sehingga memungkinkan interaksi.

Interensi Keperawatan pada Gangguan Fungsi Kognitif
Cara-cara meningkatkan kemampuan mengingat dapat diuraikan berikut ini. Peningkatan memori (daya ingat) dapat dilakukan dengan cara seperti mencatat sesuatu pada daftar, kalender atau buku catatan, serta memakai alarm sebagai pengingat selain menggunakan cara-car tradisional seperti senantiasa meletakkan sesuatu selalu ditempat tertentu.
Terdapat pula cara atau tekhnik pelatihan yang ditujukan khusus untuk meningkatkan daya ingatdan aspek kognitif secara umum yang tergolong keterampilan khusus.


Intervensi Keperawatan pada Gangguan Pendengaran
1.       Faktor-faktor resiko seperti keturunan dan penyakit-penyakit tertentu akan sulit diatasi, namun perawat dapat berupaya untuk menangani faktor-faktor resiko berupa:
a.       Terpapar pada kebisingan.
b.       Obat-obat yang bersifat ototoksik.
Mengenai obat-obat ototoksik, perawat dapat memeberi penyuluhan pada lansia/kerabat penjaganya tentang jenis-jenis obat seperti itu.
2.       Penggunaan alat bantu dengar (ABD).
Alat ini berfungsi untuk memperkuat bunyi tertentu seperti suar radiao, televisi, atau telephon. Namun, diperlukan edukasi kepada pemakai mengenai segi pemeliharaan dan pemakaianya.
3.       Terapkan teknik komunikasi yang baik untuk membantu lansia dengan gangguan pendengaran. Seperti diketahui bahwa pada presbikusis terutama terganggu untuk nada frekuensi tinggi. Keadaan ini dapat diperburuk dengan oleh pembicaraan yang cepat serta adanya gangguan suara latar belakang. Pengucapan kata-kata harus jelas dan lambat serta menghindari adanaya kegaduhan lingkungan. Teknik lainnya adalah memakai komunikasi non verbal dan komunikasi tertulis.

Adapun tindakan untuk memperbaiki komunikasi seperti dijelaskan di atas, pada gilinranya dapat meningkatkan kualitas hidup lansia. Perlu ditekankan bahwa dampak negatif pada gangguan pendengaran adalah lansia tersebut dapat mengalami isolasi sosial, terutama pada saat berada ditengah kominikasi kelompok di mana lansia akan sulit berpartisipasi dalam percakapan.



Intevensi pada Gangguan Penglihatan
Faktor resiko pada ganguan penglihatan adalah terpapar pada sinar UV. Untuk itu, dapat dicegah dengan menggunakan pelindung kepala (topi) dan kaca mata pelindung. Perawat perlu mengajari lansia/kerabat tentang pentingnya mendeteksi glaukoma dan katarak. Bila katarak telah menyebabakan gangguan penglihatan berat, perlu dipertimbangkan tindakan bedah. Pembedahan katarak dewasa ini semakin berhasil dilakukan. Lansia dinasehati lansia dinasehati melakukan pemeriksaan mata selaku tindakan kolaboratif.
Bila keluhan lainya seperti kekeringan, mata menonjol, maka dapat digunakan obat tetes mata sesuai resep dokter. Lansia dengan keluhan tersebut terakhir ini, perlu menghindari asap rokok dan sejenis (sprai) maupun terhadap angin kencang. Obat-obatan tertentu dapat menyebabkan kekeringan mata seperti diuretik, antihistamin, antikolinergik, dan adrenergik. Lansia dengan gangguan visus dapat memanfaatkanalat bantu (kacamata). Selain itu, termasuk pula alat bantu seperti Loupe, kontras, serta iluminasi. Suatu cara yang sederhana adalah dengan bantuan fotokopi dapat memperbesar bahan bacaan yang diperlukan lansia.
Seperti halnya dengan gangguan pendengaran, maka dengan melakukan upaya untuk meningkatkan kemampuan penglihatan secara tak langsung tak memperbaiki kualitas hidup lansia. Contoh sederhana adalah dengan memakai ukuran kacamata yang cocok yang memungkinkan lansia dapat membaca buku, koran, majalah, serta sekaliagus dapat meningkatkan kepuasan dan interaksi sosial serta stimulasi intelektual.

Intervensi Keperawatan pada Gangguan Pencernaan dan Nutrisi
Penyuluhan sehubungan dengan nutrisi dan pencernaan meliputi 3 (tiga) hal yang penting, yaitu:
1.       Kondisi rongga mulut dan gigi:
a.       Kebersihan mulut dan gigi.
b.       Menggunakan sikat yang lunak sert pasta gigi yang mengandung fluor.
c.       Hindari pemakaian obat kusia, karena dapat menyebabkan kekeringan mulut
d.       Hindari makanan manis seperti permen atau yang sejenisnya.
e.       Sehabis memakan makanan yang manis harus menyikat gigi.
f.        Minta pelayanan dokter gigi secara teratur, misalnya dua kali setahun.
g.       Bila menggunakan gigi palsu, copot di malam hari, rendam dalam air, dan bersihkan sebelum dipakai lagi.
2.       Penyuluhan tentang konstipasi:
a.       Defekasi setiap hari bukanlah suatu norma, karena masing-masing lansia memilki pola sendiri-sendiriyang berkisar antara 3 kali sehari sampai 3 kali seminggu.
b.       Perlu memeperhatikan diet tinggi serat berupa sayuran segar serta beberapajenis sayuran mentah, kacang-kacangan, serta makanan sereal dari zat tepung.
c.       Minum air yang cukup sebaiknya disertai jus buah setiap hari.
d.       Hindari menggunakan obat pencahar, anjurkan lansia agar jangan menunda bila merasa hendak buang air besar.
e.       Lakukan exercise secara teratur.
3.       Penyuluhan tentang kekeringan rongga mulut:
a.       Hal yang mungkin timbul akibat gangguan/penyakit pada mulut atau oleh pengaruh obat yang memerlukan dilakukanya pengkajian yang seksama.
b.       Merangsang produksi saliva dapat dilakukan dengan mengunyah permen yang tak mengandung gula serta banyak minum air, hindari alkohol, dan minuman asam.
c.       Hindari pemakaian obat kusia, hindari rokok, serta tingktkan hiegine mulut dan gigi.
Akhirnya mengenai konsumsi gizi, secara ringkas di sini diberi anjuran tentang pentingnya memerhatikan Pedoman Umum Gizi Seimbang Bagi Lansia (PUGS).


Intervensi Keperawatan pada Gangguan Eliminasi Urine
1.       Aspek penyuluhan terhadap mitos atau pemandangan yang keliru
a.       Inkontinensia bukanlah suatu proses penuaan yang tidak tertangani.
b.       Adapun kemunduran akibat penuaan yang akan mempengaruhi selang waktu antara keinginan/merasa berkemih dengan waktu berkemih sesungguhnya. Termasuk pula frekuensi bangun dimalam hari untuk berkemih.
c.       Terhadap dampak akibat gangguan perkemihan dapat diupayakan tindakan tertentu.
d.       Nokturia urgensi dan frekuensi tak selalu berakibat inkontinensia total.
e.       Jangan membatasi minum, hanya karena hal-hal tersebut diatas, karena kandung kemih yang penuh perlu selaku sinyal saraf.
f.        Bila kurang minum, akan mengakibatkan urine menjadi sangat pekat dan seterusnya berupa stimulasi kontraksi kandung kemih yang tak disadari dan akan menjurus ke inkontinensia.
g.       Bila dibiasakan mengosongkan kandung kemih setiap selang waktu 1-2 jam tak akan mengatasi masalah dapat menjurus pada timbulnya inkontinensia.
2.       Aktivitas penyuluhan kesehatan
a.        Minta bantuan kolaboratif dari pihak berkompeten.
b.       Minum air 8-10 gelas per hari, tapi kurangi di malam hari.
c.       Jangan berpatokan pada rasa haus, tapi minumlah sesuai anjuran diatas.
d.       Hindari meminum yang mengandung alkohol dan kafein, apalagi dimalam hari.
e.       Cegah hal-hal yang dapat berakibat konstipasi.
f.        Minumlah 1-2 gelas air sebelum atau selama kegiatan yang menguras keringat.
3.       Penyesuaian faktor lingkungan selaku tindakan pencegahan bagi klien inkontenensia
a.       Perhatikan pencahayaan dan faktor serupa mengenai akses ke toilet.
b.       Lengkapi toilet dengan pegangan dan semacamnya.
4.       Obat-obatan untuk klien dengan inkontinensia
a.       Bila penyebab inkontinensia adalah sters, maka beri obat phenylpropanolamine, estrogen/progestin.
b.        Bila penyebab inkontinensinya akibat urgensi, maka beri obat propanthelin, imipramie, dan dicyclomine.
c.       Bila penyebab akibat retensi, maka diberi obat Bethanecol.
d.       Dan bila akibat dari obstruksi, maka diberi obat Phenoxybenzamine.
5.       Melatih otot dasar panggul sesuai dengan anjuran dengan anjuran dan hasil konsultasi kolaboratif.

Intervensi Keperwatan pada Gangguan Kardiovaskular
1.    Pedoman keperawatan pada klien hipertensi
a.       Tujuan pengobatanaya adalah untuk mengontrol tekanan darah dengan cara minimal serta untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat penyakit jantung.
b.       Pengobtan ditujukan untuk memperhatikan tekanan darah sistolik di bawah 140 dan diastolik dibawah 90.
c.       Tindakan juga diarahkan pada penyesuaian gaya hidup, yaitu: asap rokok, pantang/pengurangan garam, kurangi berat badan hingga maksimal 110% dari ideal, exercise teratur, misalnya berjalan, hindari alkohol.
d.       Bagi lansia dengan tekanan sistolik sudah biasa tinggi agar dikurangi  menjadi sekitar 160 mmHg.
2.    Penyuluhan untuk mengurangi resiko penyakit Kardiovaskular
a.       Pantau tekanan darah berkala, kadar kolesterol agar tak melampaui 200 mg, jiga pemantauan berat badan.
b.       Exercise, merokok, dan pantang garam seperti diuraikan diatas.
c.       Diet kurang lemak, terutama lemak jenuh.
d.       Lemak tak jenuh adalah lebih sesuai dan banyak dikandung dalam jagung, olive kacang-kacangan yang pada umumnya tergolong dalam asam linoleat dan oleat. Sedangkan golongan palmitat termasuk lemak tak jenuh. Lemak yang berasal dari daging-dagingan dan minyak kelapa tergolong lemak jenuh.
e.       Pilih susu skim, hindari susu full krim.
f.        Yogurt, krim keju merupakan  bahan rendah lemak.
g.       Pilih mentega/margarin yang rendah lemak, kurangi konsumsi kuning telur (pakai saja putih telurnya).
h.       Pilih daging-dagingan yang tak berlemak.
i.         Kurangi menu gorengan.
j.         Diet tinggi serat.
3.    Penyuluhan bagi klien dengan hipotensi
a.       Mencegah hipotensi postural dan postprandial dengan cara:
·         Intake cairan yang cukup, hindari alkohol.
·         Hindari obat-obatan dengan efek samping hipotensi (antihipertensif, antikolinergik, fenotiazine, antidepresi, faso dilator, dan barbiturat).
·         Pertahankan kondisi badan yang khususnya tonus  otot.
·         Hindari panas matahari yang berlebih.
·         Bila makan obat antihipertensi sebaiknya sesudah makan.
·         Untuk mencegah hipotensi postprandial makanlah sedikit-sedikit dengan porsi kecil-kecil mskipun frekuen.
·         Bila mengkonsumsi nitrogliserin jangan sambil posisi tegak.
b.       Tindakan terhadap klien yang mengalami hipotensi postural
·         Mengubah posisi harus secara perlahan.
·         Dalam posisi berbaring, bila hendak berdiri sebaiknya duduklah dahulu di samping tempat tidur selama beberapa menit.
·         Jangan berdiri terlalu lama bila dapat melakukan kegiatan sambil duduk, maka hindarilah berdiri.
·         Pertahankan intake cairan secara adekuat, tapi hindari minuman yang mempermudah kencing.
·         Exercise, sekucupnya, tapi jangan melelahkan.
·         Kenakan pakaian yang longgar.
·         Tidur dengan menggunkan tempat tidur dengan posisi kepala ditinggikan.
·         Jangan terlalu kekenyangan.
·          Hindari konstipasi.
c.       Hindari dampak lain yang merupakan akibat dari hipotensi berupa:
·         Potensi jatuh.
·         Memakai alarm.
·         Penyesuaian faktor lingkungan.

Intervensi Keperawatan pada Gangguan Fungsi Respirasi
1.    Bagi lansi yang masih merokok perlu mendiskusikan bersama klian tentang segenap hal negatifnya yang mencakup berbagai kelainan pada paru dan jantung, hipertensi bahkan serangan jantung. Juga mengenai ancaman keganasan pada rongga mulut serta saluran napas bagian atas. Selanjutnya, diupayakan penghentian merokok melalui program khusus yang kini banyak dikembangkan.
2.    Menghindari faktor resiko lainya seperti yang disajikan dalam pokok bahasan pengkajian keperawatan.
3.    Upaya untuk mencegah serangan pneumonia, terutama pada musimnya, antara lain dengan cara vaksinasi.
4.    Penekanan kembali tentang pentingnya memelihara status gizi yang baik, program exercise, serta intake cairan yang cukup.


Intervensi Keperawatan pada Gangguan Mobilitas dan Keselamatan
1.       Upaya pencegahan terhadap osteoporosis, baik melalui interverensi secara medis, nutrisi, maupun secara penyesuaian gaya hidup. Adapun cara medis, yaitu dengan terapi hormon pengganti pada wanita menopause antara lain dengan estrogen dosis rendah dan dapat dikombinasi dengan progesteron. Ada pihak yang menganjurkan peningkatan intake kalsium per hari hingga 1.000 mg (oleh FDA) yang dianjurkan bagi lansia wanita maupun pria. Namun perihal dosis tinggi masih kontroversi dikalangan para pakar yang umumnya masih berpegang pada kebutuhan harian maksimum 800 mg. Juga mengonsumsi diet tinggi kalsium seperti susu, keju, es krim, ikan kaleng, serta sayuran hijau. Walaupun kini tersedia suplemen kalsium, namun ini tak dianjurkan bila lansia menderita gangguan fungsi ginjal atau terdpat tendensi pembentukan batu ginjal. Upaya lainya yaitu dengan penyesuaian gaya hidup sehat seperti berolahraga jalan dengan sepatu yang cocok.
2.       Upaya pencegahan terhadap jatuh sesuai dengan hasil pengkajian mengenai faktor lingkungan sebagai faktor resiko, serta dilakukannya pembenahan terhadap resiko faktor lingkungan. Selalu diingatkan hal ini melalui poster atau brosur selain pada lansia dan kerabatnya juga bagi petugas (panti). Upaya eksta terhadap pencegahan jatuh ini ditujukan terutama bagi meraka yang beresiko tinggi, yaitu bila aktivitas sehari-hari berada pada tingkat ketergantungan.

Intervensi Keperawatan pada Gangguan Kulit dan Integumen
1.    Upaya pencegahan terhadap pengeringan kulit (xerosis) dengan cara mempertahankan kesehatan kulit antara lain melalui kecukupan cairan juga vitamin A dan C dalam diet sehari-hari. Bila perlu menggunakan pelembab pada kulit sehabis mandi dengan masase lembut. Bisa juga dengan bedak, tapi hindari bahan iritan seperti alkohol, apalagi berbagai bahan kimia dalam obat gosok ini berpeluang menimbulkan reaksil alergi.
2.    Menjaga kebersihan diri melalui mandi secukupnya (tidak berlebihan), memakai sabun yang lembut, dan mengeringkan dengan hati-hati. Hindari cahaya terik langsung matahari. Bila terpaksa, gunakanlah pelembab. Mengenakan pakaian dari bahan katun, mengingat bahan polyester tertembus sinar UV.
3.    Hindari lecet atau perlukaan lainya didaerah kulit. Perhatian serius perlu diarahkan pada pencegahan luka dekubitus seperti yang telah disinggung dalam pokok bahasan sindroma geriatrik.

Intervensi Keperawatan pada Gangguan Pola Tidur
Tindakan penyuluhan perihal pola tidur ditujukan, baik bagi lansia yang masih tergolong mandiri maupun yang sudah dependen (ketergantungan). Juga tidak saja bagi lansianya, tetapi juga bagi kerabatnya. Mengingat bahwa umumnya gangguan pola tidur yang dialami berupa kesulitan untuk dapat tertidur pulas.
1.       Biasakan dan patuhi jam tidur setiap malam. Bagi klien dengan keluhan insomnia, perlu mempraktikkan upaya ekstra seperti berikut. Bila perlu mandi hangat sebelumnya (di sore hari). Hindari makanan yang mengandung kafein serta tak minum obat setelah tengah malam. Juga hindari rokok dan alkohol, karena semua ini tergolong stimulan. Dapat dianjurkan minum segelas susu sebelum tidur. Metode relaksasi juga dilaporkan bermanfaat antara alin meditasi, bernapas dalam disertai relaksasi, latihan pasif, masase kaki atau badan, mendengarkan musik lembut, atau menonton acara televisi yang tidak bersifat menstimulasi. Di sore hari dapat dianjurkan olahraga ringan.
2.       Bila terpaksa menggunakan obat tidur, maka yang diperhatikan adalah karakteristik obat berupa ‘waktu paruh (half life) seperti tertera pada tabel berikut (Miller, 1995).


Jenis Obat
Waktu Paruh Usia bagi Dewasa (jam)
Waktu Paruh Usia bagi Lansia (jam)
Flurazepam (Dalmane)
Diazepam (Valium)
Clordiazepoksid (Librium)
47-100
20-50
5-20
120-160
36-98
15-30
            
3.       Upaya memodifikasi faktor lingkungan, khususnya bagi lansiayang tinggal di institusi. Hindari kegaduhan dan berbagai upaya penunjang.


DAFTAR PUSTAKA
Stanley, Mickey. Beare, Patricia. 2002. Buku Ajar Keperawaan Gerontik ed. 2. Jakarta : EGC
Nugroho, Wahyudi. 2000. Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC
Gallo, J. Joseph. 1998. Buku Saku Gerontologi. Jakarta : EGC
Stockslager, Jaime L, 2007. Buku Saku Asuhan Keperawatan Geriatrik. Jakarta: EGC
Noorkasiani, Tamher. S, 2009.Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC


1 komentar:

  1. Sand Lake Casino & Resort
    Sand Lake 1xbet korean Casino & Resort: A premier gaming and entertainment destination located in South Lake Tahoe, Nevada, United States. It 샌즈카지노 provides a premier gaming ‎Tahoe Casino 카지노 · ‎Entertainment · ‎Shows

    BalasHapus